PENGARUH SUHU DAN PH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA
DENGAN METODE WOHLGEMUTS
1.
LATAR BELAKANG
Prinsip dasar yang digunakan didalam pemanfaatan
enzim dalam membantu menentukan diagnosa adalah dari kenyataan bahwa didalam
darah ada dua kelompok enzim yaitu enzim yang secara normal ada dan berfungsi
didalam darah yang dinamakan kelompok fungsional plasma enzim dan kelompok enzim
yang normal tidak berfungsi didalam darah tetapi terdapat didalam darah, dan
dinamakan non fungsional plasma enzim. Kelompok kedua ini normalnya terdapat
didalam sel. Dia dapat berada didalam darah diduga karena proses difusi atau
karena sel – sel tua yang mengalami regenerasi pada saat sel tersebut dirusak
isinya akan dapat tumpah dan sebagian tertuang kedalam darah atau dengan cara
lain yang belum diketahui. Dengan demikian logikanya kalau enzim dalam kelompok
dua ini kadarnya dalam darah meningkat pasti ada kerusakan minimal pada dinding
sel yang berisi enzim tersebut.
2.
TUJUAN
Setelah menyelesaikan program ini dengan baik mahasiswa F.K Unlam
semester I diharapkan :
Tujuan Umum
:
Memahami kinetika enzim.
Memahami manfaat
enzim dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam membantu menegakkan diagnosa.
Tujuan Khusus:
Mampu menyebutkan
faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik.
Mampu membedakan
enzim fungsional dan enzim non fungsional dalam plasma.
Mampu menyebutkan
masing – masing dua contoh enzim fungsional dalam enzim non fungsional dalam
plasma.
Mampu menyebutkan
contoh pemeriksaan enzim yang dapat membantu menegakkan diagnosa.
Mampu merencanakan
pemeriksaan enzimatik yang dapat menunjang diagnosa suatu kasus tertentu.
PRINSIP DAN METODE PRAKTIKUM
A.
Prinsip
Amilase saliva
adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan
dekstrin (atau juga Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil
antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin
B.
Alat dan bahan
Alat: Bahan:
a.
Plat Tetes
1. Saliva
b.
Pipet Tetes
2. Amilum
c.
Beaker Glass
3. Iodium
d.
Labu Erlenmeyer 4. Aquadest
e.
Stopwatch
C.
Cara Kerja
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Probandus berkumur – kumur dengan aquadest.
3.
Saliva dikeluarkan dan dikumpulkan di dalam beaker glass.
4.
Encerkan saliva 1 ml dengan aquadest 25 ml.
5.
Siapkan 3 buah erlenmayer dengan suhu 270 C, 370 C, dan 1000 C.
6.
Masukkan 5 ml kanji ke dalam masing – masing erlenmayer.
7.
Masukkan buffer fosfat pH 7 2 ml ke dalam masing – masing erlenmayer
dan diamkan dalam 2 menit.
8.
Masukkan saliva yang telah diencerkan dalam masing – masing
Erlenmeyer.
9.
Nyalakan stopwatch.
10.
Teteskan 2 tetes larutan pada plat tetes kemudian tambahkan iodium 1
tetes.
11.
Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi cara 10 hingga larutan berubah
warna menjadi coklat.
12.
Catat perubahan yang terjadi dan hitung waktu yang diperlukan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
HASIL PRAKTIKUM
1.
Probandus
Nama :
Tn. ARS
Jeniskelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun
BB/TB : 69 kg / 161 cm
Suku/Bangsa : Indonesia
2.
Hasil Pemeriksaa
Suhu 1000 C.
Pada suhu 1000 C tidak terjadi perubahan warna ( tetap berwarna biru).
Perhitungannya adalah :
No
|
Menit
|
Warna
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No. Menit Warna
Biru kehitaman
Biru kehitaman
Biru kehitaman
Biru kehitaman
Biru kehitaman
Biru kehitaman
Biru kehitaman
B. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang dilakukan kali ini, yakni menguji aktivitas enzim
amylase saliva dengan metode Wohlgemut’s, bertujuan untuk mengetahui durasi
waktu yang dibutuhkan oleh cairan saliva untuk mencerna karbohidrat dengan
bantuan pewarnaan lugol (reagen iodium). Dalam percobaan yang dilakukan, hasil
yang didapat bahwa waktu yang dibutuhkan saliva untuk mencerna amillum (cairan
kanji) secara keseluruhan adalah sekitar lima menit.
Pada menit-menit awal, percernaan amillum oleh saliva ini masih belum
sempurna ditandai dengan masih terbentuknya warna kehitaman pada plat tetes
yang ditetesi lugol dan menandakan bahwa masih ada kandungan amillum dalam
objek yang diamati sekaligus menanadakan kerja saliva yang belum sempurna.
Namun, lama-kelamaan specimen dalam plat tetes yang diamati menunjukkan
perubahan warna ketika ditetesi lugol yakni bertambah terang warnanya dan
akhirnya hanya warna lugol yang terlihat (kuning karat).
Percobaan pengaruh suhu terhadap reaksi enzimatik ini juga mengamati
bagaimana aktivitas enzim diukur menurut suhu. Peningkatan suhu akan
meningkatkan laju reaksi, akan tetapi bila melewati suhu optimum (suhu dingin
atau panas yang ekstrim), akan menurunkan aktivitas enzim, yang biasanya
disebabkan oleh denaturasi protein pada enzim.
Saliva mengandung enzim amilase. Amilase merupakan enzim yang bertugas
sebagai katalisator sistem pencernaan dalam proses hidrolisis amilum yang
menghasilkan glukosa/maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang polimernya
berantai panjang dan tidak bercabang, tetapi berbentuk spiral. Molekulnya
terbentuk dari 300-400 monomer glukosa yang mempunyai ikatan a-1,4. Glukosa ini
larut dalam iodium sehingga menjadi warna biru. Hal ini disebabkan adanya daya
adsorbsi iodium yang masuk ke dalam uliran spiral amilosa.. Amilopektin dikenal
sebagai glukosa yang molekulnya berantai panjang. Amilopektin jika ditambahkan
iodium akan menjadi warna merah keunguan.
Larutan substrat yang digunakan adalah amilum, karena antara amilum
dan amilase memiliki hubungan dalam proses pencernaan. Amilase akan
menghidrolisis amilum menjadi maltosa. Penambahan HCl pada larutan substrat ini
sebagai pemberi elektrolit Cl- agar aktivitas dari ptialin meningkat.
Pada praktikum ini juga digunakan larutan buffer dengan pH 6,5 untuk
menjaga agar suasana tetap stabil sesuai dengan keadaan tubuh manusia secara
fisiologis. Penambahan NaCl 0,9% berperan dalam mengaktifkan atau sebagai
aktivator dari enzim amilase salivarius. Selain itu, larutan ini juga berfungsi
sebagai larutan isotonis yang dapat menciptakan kondisi fisiologis yang sesuai
dengan kondisi mulut sehingga enzim a-amilase saliva dapat bekerja optimal.
Penambahan HCl 0,05 N pada larutan berfungsi untuk menciptakan suasana
asam karena pada larutan tersebut akan ditambahkan KI-KIO3 yang berfungsi
sebagai indikator warna. KI-KIO3 pada suasana asam akan melepaskan iod dan akan
memberikan warna pada larutan.
Pada periode 0’, larutan berwarna biru dikarenakan belum adanya enzim
yang menghidrolisis substrat (amilum), sehingga amilum berikatan dengan iod.
Pada suhu 0o C enzim dapat dikatakan inaktif dan reaksi yang
berlangsung bersifat reversibel, enzim dalam keadaan tidak terdenaturasi, dan
karena suhu yang rendah aktivitas enzim berkurang bila dibandingkan aktivitas
enzim suhu optimum. Sehingga warna substrat berwarna hitam karena amilum
berikatan dengan iodine.
Pada suhu 27 oC, warna kuning pada tabung 10’, 15’, dan disebabkan
pada kondisi tersebut enzim bekerja dengan menguraikan amilum menjadi maltosa,
sehingga hanya sedikit iodine yang diabsorpsi oleh amilum. Pada keadaan ini
enzim telah berikatan sepenuhnya dengan substrat yaitu amilum sehingga iodium
tidak mempunyai tempat lagi untuk bereaksi dengan enzim yaitu amilase dan warna
yang dihasilkan kuning.
Semakin banyak ion iod yang terlarut, warna kuning akan semakin tua
yang masing-masing menunjukkan tahapan hidrolisis amilum oleh enzim a-amilase
saliva. Enzim a-amilase saliva menghidrolisis amilum dan menghasilkan satuan
maltosa kira-kira 60-70% dari total amilum sedangkan sisanya sedagai dekstran.
Pada tabung reaksi 10’ terjadi kesalahan percobaan akibat KI-KIO3 pada
alat dan bahan tidak dalam keadaan baik lagi sehingga menyebabkan pengulangan
penambahan KI-KIO3. Akibatnya nilai absorbansinya menurun.
Perubahan kanji (amilopektin dan amilosa) menjadi glukosa berawal di
dalam mulut. Kelenjar liur mensekresikan sekitar 1 liter cairan per hari yang
mengandung musin liur dan amilase-α liur. Musin liur adalah suatu glikoprotein
licin yang penting untuk melumasi (lubrikasi) dan menyebarkan (dispersi)
polisakarida. Amilase-α secara acak menghidrolisis ikatan α-1,4 internal antara
residu glukosil dalam amilopektin, amilosa, dan glikogen, mengubah polisakarida
yang berukuran besar menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut
dekstrin. Amilase-α bekerja pada ikatan internal di tempat yang
terpencar-pencar dalam rantai polisakarida. Karena alas an ini amilase-α
disebut suatu endoglikosidase. Sebaliknya, eksoglikosidase bekerja secara
berurutan dari satu ujung pada rantai karbohidrat. Makanan bergerak dari mulut
melalui esofagus masuk ke dalam lambung, tempat kerja amilase-α dihentikan oleh
pH yang asam, yang menyebabkan denaturasi enzim.
Pada manusia, peran amilase liur mencerna sangat sedikit kanji dari
kanji total yang dimakan. Fungsi utama amilase liur mungkin adalah membersihkan
remah-remah kue dan sisa makanan lainnya yang terselip di antara gigi.
Terdapat lima cara utama aktivasi enzim dikontol sel.
Produksi enzim dapat
ditingkatan metabolisme ya atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap
perubahan linkungan. Bentuk regulasi ini disebut induksi atau inhibisi enzim.
Enzim dapat dikompartemenkan
dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalm kompartemen sel
yang berbeda. Contoh asam lemak di disintesis oleh sekelompok enzim dalam
sitosol.
Enzim dapat diregulasi oleh
inhibitor dan aktivator.
Enzim dapat
diregulasimelalui modifikasi pasca-translasional. Hal ini dapat meliputi
fosforilasi, miristolasi dan glikosilasi.
Beberapa enzim dapat menjadi
aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda.
Kelenjar saliva kelihatannya menjadi teka-teki kepada sebagian besar
penguji terlepas dari kemudahan pemeriksaan dan frekuensi kelainan saliva.
Pasien cenderung mencari perhatian medis ketika parotis atau kelenjar
submandibula membesar atau nyeri. Sering terjadi kebingungan tentang
kemungkinan pembengkakakan terjadi pada nodus limpatik atau kelenjar saliva.
Perawatan tidak selalu harus, namus sejak para spesialis menduga umumnya
terjadi dan kondisi neuroplastik. Bahkan pada keadaan kontraksi berat pada daerah
kepala dan leher, keadaan tersebut masih berfrekuensi tidak stabil. Literatur
terbaru yang dapat membantu pasien dengan perawatan pasien dengan kondisi yang
tidak umum seringkali dapat lditemukan di text umum otolaryngology atau jurnal
yang memiliki banyak sumber. Gangguan pada kelenjar saliva menjengkali setiap
menjengkali setiap leretan kondisi yang dapat mempengaruhi jaringan saliva.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Suhu merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi daya kerja enzim.
Pada suhu 0oC, enzim amilase
mengalami inaktivasi dan aktivitasnya berkurang secara linear, dengan nilai
korelasi 0,4628.
Enzim akan bekerja optimal
pada suhu optimumnya, pH optimum pada percobaan ini adalah 27o C, padahal
menurut teori 37o C.
Pada suhu 100oC, enzim
amilase mengalami denaturasi dan aktivitasnya berkurang secara linear dengan
nilai korelasi –0,103.
Enzim akan terdenaturasi
bila dipertahankan pada suhu melebihi suhu optimum.
5.2 SARAN
Dari praktikum yang telah dilakukan diharapkan alat dan bahan ditambah
kualitas dan kuantitasnya. Sehingga setiap praktikan memiliki kesempatan yang
sama untuk melakukan praktikum. Akibat keterbatasan peralatan maka yang
benar-benar melaksanakan percobaan hanya beberapa orang saja, dan sisanya hanya
menjadi penonton.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Kedokteran. Banjarbaru: Bagian
Biokimia Kedokteran FK Unlam 2010.
Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper edisi 27.
Jakarta: EGC.
Gaber F, Acevedo F, Delin I, Sundbland B-M, Palmberg L, et al. Saliva
is one likely
source of leukotriene B4 in exhaled breath condensate. European
respiratory journal 2006; 28; 1229-1235.
Ehlert U, Erni K, Hebisch G, Nater U. Salivary {alpha}-Amylase Levels
after
Yohimbine Challenge in Healthy Men. The Journal of Clinical
endocrinology
& metabolism 2006; 91; 5130-5133.
Suwandi M, Wibisono LK, Sugianto B, Rahman A, Kotong H. 1989. Kimia
Organik.
Fakultas kedokteran UI, Jakarta.
Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Colleen M. Smith. 2000. Biokimia
Kedokteran
Dasar. EGC, Jakarta